Lanjutan dari cerita ini.
Malamnya sebelum hari pertemuan dengan Hata-san, saya sempat latihan beberapa frasa dalam bahasa Inggris. Maklum, selama ini saya lebih sering menggunakan bahasa Inggris pasif daripada aktif. Jadi kemampuan bicara saya tidak lebih baik dari kemapuan menulis. Yang saya takutkan selama ini adalah jika saya tiba-tiba kehilangan kata-kata waktu bicara, alias blank. Ngerti apa yang mau disampaikan, tapi tidak bisa menemukan kata-katanya. Soalnya saya sering tuh kaya gitu. Untungnya saya bisa tidur malam itu walaupun hati rasanya deg-degan tidak karuan.
Jauh hari sebelum jadwal pertemuan kami, Hata-san bilang kalau kebetulan hari Minggu nanti beliau baru pulang dari Kuala Lumpur setelah menghabiskan libur long weekend di sana dan dijadwalkan landing di Semarang jam 8.30 pagi, jadi beliau ingin bertemu jam 10 pagi jika saya bersedia. Keesokan paginya saya tambah deg-degan. Pagi itu entah sudah berapa kali saya melihat ke arah jam dinding dan berharap waktu melambat. Terdengar lebay memang, karena entah kenapa keinginan saya untuk membatalkan janji kembali muncul. Saya malah berharap agar beliau yang membatalkan janji. Sungguh saya ingin mengutuk sifat ketidakkonsistenan saya ini. Tapi karena saya kembali ingat akan niat saya untuk tidak kabur lagi, saya jadi kembali lebih tenang.
Tadinya atas usul Hata-san, kami janji ketemuan di sebuah cafe bernama Bowery. Beliau juga mengatakan kalau mungkin akan sudah sampai di sana sebelum jam 10. Saya yang tau kalau orang Jepang sangat tepat waktu jadi merasa tidak enak. Akhirnya saya coba googling untuk tau lebih detail tentang Bowery karena saya belum pernah ke sana. Saya menjadi kembali tidak tenang setelah tau kalau ternyata Bowery baru buka pukul 11.00. Waktu menunjukkan hampir pukul 9.00 pagi. Dengan sedikit panik saya beritau Hata-san lewat messenger jika cafe yang dimaksud baru akan buka jam 11.00 dan saya menyarankan agar kami pindah tempat. Sudah jam 9 lewat dan pesan saya belum dibaca juga. Saya mulai panik, seharusnya beliau sudah landing dan membaca pesan saya. Sekitar hampir jam 9.30, notifikasi yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Hata-san setuju untuk pindah tempat ke cafe lain. Atas saran saya, kami janjian di The Harvest karena buka lebih pagi yaitu jam 9. Beliau bahkan juga mengabari jika sudah sampai di sana. Hah! Cepet banget.
Dengan excited saya pun berangkat menuju The Harvest. Walaupun pikiran-pikiran what ifs sudah tidak ada, saya masih sedikit deg-degan takut kalau salah ngomong. Jam 10 tepat saya sampai di sana, yay! Saya langsung masuk ke dalam dan menemukan Hata-san duduk di meja paling ujung di ruangan cafe. Walapun saya belum pernah melihat wajah beliau, saya bisa menemukannya dengan mudah karena sebelumnya beliau bilang kalau beliau memakai kemeja merah dan kebetulan hanya ada satu orang yang berbaju merah di sana. Waktu beliau mengenali saya beliau langsung bilang, "Nice to meet you." dan mempersilahkan duduk menggunakan bahasa Indonesia, padahal saya belum bilang apa-apa. Saya pun menuju ke tempat duduk sambil bilang, "I'm sorry for waiting."
Tadinya saya berpikir jika pertemuan kami akan awkward dan membosankan. Tapi ternyata dugaan saya salah besar! Hata-san adalah orang yang sangat ramah dan baik. Kekhawatiran saya pun seketika hilang. Merasakan jika beliau semangat sekali belajar bahasa Indonesia, saya jadi semangat juga. Beliau bahkan membawa kamus dan buku catatan kemana-mana untuk belajar. Dari Hata-san saya jadi tau kalau beliau dan keluarganya tinggal di Tokyo dan beliau punya gelar master di bidang engineering. Beliau ternyata sudah ada di Indonesia selama satu tahun jadi sudah bisa bahasa Indonesia sedikit-sedikit walaupun belum terlalu lancar.
Kami ngobrol sekitar dua jam. Setiap beliau bertanya, saya menjawab. Selalu seperti itu. Obrolan kami tidak jauh dari topik budaya di Indonesia dan bahasa Indonesia. Banyak pertanyaan menggelitik tentang budaya orang Indonesia yang beliau lontarkan waktu itu, misalnya, "Kenapa di Indonesia susah banget cari kerja?", "Kenapa banyak orang Indonesia lebih suka naik motor?", "Apa bedanya Solo dan Surakarta?", "Kenapa lagu Kokoro no Tomo terkenal di Indonesia?" dan yang jadi favorit saya adalah pertanyaan "Kenapa ada banyak orang Tiongkok di Indonesia? Kok mereka bisa tinggal disini? Bukannya susah ya buat dapet visanya?" Saya benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan-pertanyaan kritis seperti itu, jadi sayangnya tidak semua pertanyaan bisa saya jawab dengan baik. Masa iya saya harus googling dulu, makanya hanya saya jawab sebisanya.
Well, overall pertemuan saya dengan Hata-san membuat saya sangat bersyukur. Yang pertama saya bersyukur karena kembali dipertemukan dengan orang yang tidak hanya baik tapi juga cerdas dan dapat menginspirasi. Yang kedua, saya sangat bersyukur bisa melawan kecemasan saya untuk bertemu dengan orang baru. Mungkin bagi orang lain hal ini sangatlah biasa, tapi bagi saya hal ini adalah sebuah pencapaian yang patut disyukuri. Ternyata saya bisa melawan kecemasan saya, ternyata bertemu dengan orang baru itu tidak seburuk yang saya pikirkan. Saya jadi ingin puk-puk diri saya sendiri. So, one achievement unlocked!
Ps. Pada waktu mau pulang, Hata-san bahkan memberi saya oleh-oleh coklat dari Malaysia, terima kasih Hata-san!
Ciao~
Minggu, 10 Desember 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar