Kamis, 17 Agustus 2017

Kenapa Selalu Buku Terjemahan?

Posted by Kirana on 21.24 with No comments
Ya, itulah pertanyaan yang kerap kali saya lontarkan kepada kegiatan belajar mengajar pada waktu saya duduk di bangku kuliah selama 4,5 tahun. Lama banget duduknya ntar bisa-bisa ambeiyen! Yailah itu mah cuma istilah doang, sudahlah kamu tidak usah sok norak deh, diri saya sendiri.... Ehem! Kembali ke pertanyaan awal tadi. Selama saya kuliah di fakultas ekonomi jurusan akuntansi, saya terheran-heran kenapa bahan ajar yang dipakai sama dosen-dosen kebanyakan adalah buku-buku terjemahan yang mayoritas ditulis sama profesor-profesor dan doktor-doktor dari Amerika sana. Aneh banget nggak sih????? Hampir semua mata kuliah bukunya buku terjemahan. Mungkin hampir semua fakultas dan jurusan lain juga mengalami hal yang sama. Ya kecuali jurusan sastra Indonesia sih, udah PASTI bukunya dari Indonesia asli. Yakali sastra Indonesia bukunya dari Belanda.

Saya selalu tidak pernah tidak kzl pada textbook-textbook terjemahan waktu kuliah. Ya gimana saya nggak kzl, mending kalo terjemahannya itu nggenah dan mudah dipahami. Sayangnya kebanyakan buku terjemahan seperti tidak diterjemahkan oleh orang yang paham dengan konteks buku yang diterjemahkan. Jadi ya banyak kata-kata yang nggak pas dipake dan bisa menyebabkan mahasiswa bingung hingga menyababkan salah tafsir (alah). Yang mestinya artinya gitu jadi gini, yang harusnya artinya gini jadi gitu. Mudeng kan? Tapi kalo saya disuruh milih, ya mending baca terjemahan daripada versi aslinya sih :v Itu baru salah satu hal yang bikin saya kzl sama buku terjemahan.

Salah duanya yang bikin saya kzl sama buku-buku terjemahan jaman kuliah adalah, itu kan buku yang nulis bukan orang Indonesia ya, otomatis isi bukunya pasti me-refer pada apa-apa yang berhubungan sama asal negara penulis lah. Untuk lebih gampangnya, mari kita sebut saja contohnya penulis buku berasal dari Amerika. Ya otomatis apa yang dia tulis sudah pasti jelas adalah sebuah pedoman bagi siswa di Amerika karena sesuai dengan lingkungan dan keadaan sebenarnya mereka di sana. Sedangkan kita kan di Indonesia. Ya mungkin memang ada keadaan dimana di Amerika dan di Indonesia itu mirip, tapi kan itu hanya sebagian. Dan menurut saya itu adalah sesuatu yang kurang relevan.

Nih ya saya kasih contoh nggak relevannya kaya gimana. Karena saya jurusan akuntansi, contohnya mata kuliah akuntansi keuangan. Jadi tahun 2012 itu lagi gencar-gencarnya konvergensi standar akuntansi Indonesia dari PSAK ke IFRS yang notabene adalah standar internasional. Intinya standar akuntansi kita itu disesuaikan dengan standar internasional agar supaya laporan kuangan perusahaan di negara kita itu comparable dengan laporan keuangan perusahaan dari negara-negara lain juga. Sama juga dengan Amerika yang dulunya pake standar akuntansi GAAP jadi harus menyesuaikan dengan IFRS. Mau nggak mau, karena kiblat bahan ajar kami adalah dari Amerika, kami harus belajar penyesuainnya GAAP ke IFRS, sedangkan di Indonesia sendiri sedang melakukan penyesuaian dari PSAK ke IFRS. Hayo lo pusing gak tuh. Ya walaupun GAAP dan PSAK itu hampir mirip, tapi kenapa sih gak langsung aja belajar penyesuaian PSAK ke IFRS? yang menurut saya lebih tepat sasaran, hemat waktu, biaya dan tenaga. Buku yang membahas penyesuaian PSAK ke IFRS justru hanya digunakan sebagai buku pendamping. Padahal harga buku kuliah kan gak murah.

Itu gak cuman mata kuliah akuntansi keuangan aja ya. Mata kuliah yang lain pun juga begitu adanya. Mulai dari sistem informasi akuntansi, pasar modal, teknologi informasi bisnis, apalagi yang namanya manajemen. Gak ada tuh pake buku karangan orang Indonesia. Yang ngzlin lagi tuh makul pasar modal kan tentang permodalan gitu ya, tentang saham dan suku bunga. Kita yang bank sentralnya adalah bank Indonesia jadi harus belajar tentang permodalan di Amerika yang bank sentarnya adalah The Fed. Kita jadi lebih tau suku bunga The Fed daripada suku bunga Bank Indonesia. Terus mahasiswa disuruh belajar sendiri lagi tentang struktur permodalan di negara sendiri, bagaimana cara kerja bank sentral kita itu. Yailah mau belajar bank sentral negara sendiri aja mesti muter-muter ke Amerika dulu. Toh kalo kita kerja di perusahaan multinasional yang beroperasi di negara ini juga mereka bakal ngikut peraturan di negara ini kok. Orang Indonesia demen banget dah gak langsung to the point aja. Mungkin kebawa budaya basa-basi kali yee... Lah kok nyambungnya ke siniiii.

Kekzlan saya gak berhenti di situ aja. Baru-baru ini saya juga baca-baca buku textbooknya anak fakultas psikologi tentang manajemen SDM yang lagi-lagi  buku terjemahan Amerika tentunya. Memang sih pada dasarnya manajemen SDM itu mungkin sama hampir di semua negara. Tapi contoh-contohnya tentu saja jelas banget nggak relevan sama realnya di sini karena budaya, undang-undang dan peraturan yang dipakai di Amerika dan Indonesia kan beda BGT. Buku yang seharusnya bisa memberikan contoh konkrit malah hanya memberikan bayangan semu belaka. Misal ketika si buku menjelaskan tentang undang undang ketenagakerjaan, ya jelas undang undang  ketenagakerjaan Amerika yang dipake wong yang nulis orang Amerika. Kenapa gak sekalian aja belajar UU Ketenagakerjaan kita sendiri? Tau sendiri kan gimana pas kuliah, dimana satu buku itu yang ngajar adalah mahasiswa sendiri lewat presentasi? Yang saya juga gak paham, kenapa kemampuan softskill begitu diagung-agungkan daripada pemahaman konteks materi perkuliahan. Menurut saya sih dua-duanya penting tapi harus seimbang juga.

Saya masih gak ngerti deh kenapa pendidikan kita itu seolah Amerika sentris banget? Sukanya buku-bukunya dari Amerika atau jangan-jangan kurikulumnya kita ngikut juga? Sayang banget aja sih, soalnya bangsa ini kan punya kepribadian sendiri yang jelas beda dengan Amerika jadi kenapa mesti ngikut-ngikut sih? Atau diam-diam kita telah disugesti biar kerja di Amerika? Kita ini mau memajukan bangsa sendiri atau mau memajukan Amerika, sih? Bukannya saya gak suka sama Amerika ya. Biasa aja banget. Cuman kok kesannya Amerika itu udah kaya yang paling bagus bahkan lebih bagus dari negara mana pun apalagi dibanding negara kita sendiri. Ya emang sih nggak bisa dipungkiri kalo Amerika itu negara yang jelas lebih maju dari Indonesia, tapi kan belum tentu yang baik buat mereka, baik buat kita juga.

Saya juga nggak ngerti kenapa kita seakan kurang mendukung buku-buku karya profesor-profesor yang ada di Indonesia terutama untuk bidang studi sosial (karena saya anak sosial hehe). Menurut saya akan berasa lebih relevan aja sih. Saya yakin kita juga punya banyak profesor yang sangat kompeten di bidangnya. Toh mereka juga banyak yang lulusan dari Amerika, Eropa maupun Australia.Ya walaupun mereka lulusan universitas internasional terkemuka yang cara pandang atau pola pikirnya dipengaruhi oleh bagaimana mereka menimba ilmu dulu di almamater mereka, saya yakin buku yang mereka tulis akan lebih merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini. Menurut saya itu lebih baik daripada kita menggunakan bahan ajar murni dari luar negri.

Hal terakhir yang pengen saya bahas tentang buku terjemahan yang kurang relevan itu adalah pada akhirnya apa yang telah kita pelajari dari buku-buku itu nantinya akan menyusahkan kita-kita di dunia kerja setelah kita lulus kuliah. Karena berdasar artikel yang saya baca, para pemberi kerja mengeluhkan jika lulusan sarjana di Indonesia itu masih banyak yang kurang kompeten untuk masuk ke dunia kerja. Mungkin ya karena itu tadi, yang dipelajari pas kuliah nggak sinkron sama apa yang terjadi di dunia kerja sebenarnya. Kurang ada sinkronisasi antara bidang akademis dan praktis. Yang kita pelajari di bangku kuliah itu sebenarnya hanya sepersedikit bangetnya dari yang benar-benar terjadi di luar sana. Kurang to the poin! Blibet! Muter-muter! Bayangin, udah ilmunya dikit, bahan ajarnya kurang relevan. Ya pantes aja industri perekonomian kita majunya seret. Pokoknya kalo akademis sama praktis masih bertolak belakang, bangsa ini susah majunya. Terus gimana biar cepet maju? Kembali lagi akar dari semua ini adalah sistem pendidikan kita yang memang masih butuh pembenahan. Kalo saya bilang sih sistem pendidikan kita ini butuh diruwat. Bukan cuma yang pendidikan atas aja, tapi bener-bener dari tingkat dasar mulai dari guru, kurikulum, hingga bahan pengajaran, semua harus dibenahi. Karena pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan SDM yang berkualitas juga kan nantinya.

Segini dulu deh ya ini aja udah panjang banget. Lain kali saya mau curhat tentang pendidikan di Indonesia ah hehe. Ampun lah saya jangan diceqal apalagi dicyduck yaaa... Saya hanya menyampaikan pendapat. Dan pendapat saya sangatlah tidak valid karena saya hanyalah butiran debu kosmik yang bahkan tidak bisa menembus atmosfer bumi. Apasih! Hehe

Ciao
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar